Pages

Wednesday, April 02, 2008

Filosofi Sekeping Dinar Emas [Bagian 2 dari 2 tulisan]

Bismillahirrahmanirrahim

Melanjutkan bahasan pertama tentang Filosofi Sekeping Dinar Emas, pada kesempatan ini penulis berusaha memaparkan satu demi satu poin-poin yang telah diungkapkan pada tulisan pertama. Segala keterbatasan ilmu dan cara penyampaian, bukan hal yang harus menyurutkan usaha kita menyampaikan kebenaran

Beberapa filosofi yang telah dan sayangnya baru kita sadari [termasuk penulis] dibalik sekeping Dinar dirham, bahwa Allah menginginkan manusia:

1. Tidak menunda-nunda penunaian kewajiban kepada orang lain.
Kita semua adalah makhluk sosial, jadi tidak akan luput dari butuh bantuan orang lain. Adakah diantara kita yang tidak pernah berhutang (minta bantuan finansial) kepada orang lain? Walau hanya sebentar. Kalau Anda demikian, mungkin Anda adalah orang yang sangat beruntung karena tidak pernah mengalami kesulitan finansial. Namun pada saat yang sama hidup Anda juga sangat menyedihkan! karena tidak pernah merasakan indahnya bantuan yang ikhlas dari teman/saudara tanpa pamrih sama sekali. Itu hal luar biasa, yang hanya bisa dinikmati orang-orang yang pernah memberi dan menerima bantuan ikhlas.

Sebagai bahan intropeksi (silahkan tanya diri masing-masing), pernah kah kita menunda atau sedikit memperlabat pembayaran hutang/kewajiban kepada teman, rekan bisnis dan orang lainnya yang telah berbaik hati meringankan beban kita, baik secara personal maupun profesional. Tidak perlu menunjuk hidung orang lain, penulis sendiri sebelum berinteraksi dan berusaha memahami makna dibalik sekeping dinar ini telah banyak melakukan kekhilafan dalam hal ini, baik disadari maupun tidak.

Jika kita mengamati betapa cepatnya nilai KERTAS (FIAT MONEY, red) yang kita pegang hari ini merosot terhadap ukuran nilai harta yang paling adil dan insya Allah terjaga seperti Dinar emas, kita akan menyadari betapa zolimnya kita selama ini telah menunda-nunda pembayaran hak orang lain. Jangankan hitungan tahun, bulan atau minggu, dalam hitungan hari saja telah begitu besar kerugian yang harus diderita oleh orang baik (yang telah membantu kita), apalagi jika sampai tidak berniat membayarnya sama sekali hingga berbohong, sembunyi dan cara konvensional lainnya.

Mari kita amati, saat artikel ini ditulis rate dinar adalah Rp. 1.274.138,- [mengacu pada rate di wakala hari jum'at siang 14 maret 2008, berdasarkan panduan dari WITO]. Masih mengacu kehari jum'at karena tidak ada transaksi dan rate baru perdagangan emas pada hari sabtu dan minggu. Padahal pada jum'at pagi rate dinar masih Rp. 1.269.954,- artinya jika kita menunda pembayaran yang seharusnya pagi namun baru bisa sore, dalam 1 dinar kita telah merugikan orang Rp. 4.544,-/keping dinar. Dibandingkan rate hari kamis pagi yang masih Rp. 1.245.449,- berarti 'hanya' penundaan 1 hari kita telah merugikan saudara kita Rp. 28.689,-/keping dinar (uang setara 1 dinar) !!. Jika kita tarik waktu yang 'sedikit' lebih mundur lagi, 1 minggu yang lalu (jum'at siang 7 maret 2008) harga dinar masih Rp.1.238.657,- ini artinya kerugian yang mereka derita akibat ulah kita adalah Rp. 49.938,-/keping dinar, masya Allah. Belum puas? 6 bulan yang lalu sekitar bulan september 2007 saat 1 dinar masih sekitar Rp. 8xx.xxx,- artinya telah terjadi penurunan harga KERTAS BERLABEL (FIAT MONEY) sekitar 50% !!. Atau bandingkan dengan tahun 2005 yang masih Rp. 550.xxx,- atau tahun-tahun sebelumnya.

Tidak heran dalam sebuah hadits kita sangat dilarang menunda-nunda pembayaran.
Rasulullah s.a.w. bersabda yang maksudnya:
"Penundaan hutang bagi mereka yang mampu adalah satu kezaliman." (Riwayat Bukhari - 41/585).

Jadi, telah berapa lama Anda/kita sengaja maupun tidak sengaja telah menunda hak orang lain? Berapa kerugian mereka akibat kezaliman kita? Kitalah yang lebih tau :D

2. Tidak terjadi penumpukan harta pada segelintir orang tanpa bermanfaat sedikitpun bagi kemaslahatan ummat.
Kalau ada pertanyaan 'apa sih perbedaan antara 'uang' saat ini dengan dinar dirham?' Jawabannya akan banyak sekali. Namun penulis lebih memilih jawabannya adalah uang kertas (fiat money) dibuat demi memuluskan keserakahan manusia dan penindasan terhadap pihak yang lemah sementara dinar dirham untuk keadilan dan kemaslahatan bersama. Sejauh itukah? Dengan sangat yakin penulis akan jawab 'Ya'.

Bayangkan saat ini Anda memiliki uang sekitar Rp. 1,2 Milyar, sementara saya punya 1000 keping dinar (yang jelas saya nggk punya dinar sebanyak itu :D). Secara manusiawi, iming-iming keamanan menyimpan, pertumbuhan uang (bunga), rezeki nomplok hasil undian dan lain-lain [walaupun pada kenyataannya itu cuma tipuan sesaat] akan sangat menggoda nafsu keserakahan kita sebagai manusia. Setidaknya dari deposito Bank Anda mendapat janji uang Anda akan beranak pinak sekitar Rp. 60.000.000,-/tahun. Woowww tipuan yang sangat menggiurkan. Tidak perlu susah-susah digunakan untuk usaha di sektor riil. Tidak perlu ambil resiko modal dibawa kabur teman atau resiko usaha gagal hingga bangkrut. Taruh di Bank dan beres, sekitar 5 jt/bulan cukuplah untuk biaya hidup, tinggal ongkang-ongkang kaki.

Bagaimana dengan 1000 keping dinar saya? Jangan harap deh bakal jadi 1050 dinar tahun depan. Boro-boro akan bertambah 'sendiri' atau bahkan dapat hadiah rezeki nomplok. Jika 1000 keping dinar tersebut hanya disimpan saja, tahun depan pasti tidak bertambah malah akan berkurang menjadi tinggal 975 keping dinar. Kok bisa? Karena disana ada kewajiban zakat sebesar 2,5%. Hal ini telah pernah juga dibahas oleh mas Ricky pada artikel sebelumnya. Demikian juga untuk tahun-tahun berikutnya dinar tersebut akan terus berkurang. Itu jika kita masih tau dan peduli dengan IBADAH WAJIB zakat yang belakangan mulai diabaikan oleh kaum yang masih berani mengaku muslim. Jadi, satu-satunya cara jika kekayaan berupa dinar tersebut ingin bertambah atau minimal jumlahnya tetap adalah digunakan untuk usaha di sektor riil. Jika belum biasa atau tidak sempat mengelola sendiri, usahakan bekerjasama dengan orang yang amanah dan ahli dibidangnya. Insya Allah dinar (kekayaan) itu akan jauh lebih berkembang dan bermanfaat bagi banyak orang. Islam tidak pernah melarang manusia menjadi kaya, justru sebaliknya disuruh kaya, yang dilarang adalah tamak dan mau kaya sendiri.

3. Terjadi interaksi dan kerjasama yang baik dalam perdagangan maupun usaha lain di sektor riil, BUKAN MONETER!!.
Ini masih berkaitan erat dengan poin ke-2, jika ingin harta kita bertambah atau sederhananya jika Anda ingin kaya. Satu-satunya cara; jadilah PENGUSAHA, minimal sebagai investor yang bekerjasama dengan orang lain yang membutuhkan modal dengan prinsip bagi hasil (dan siap-siap juga bagi rugi :D). Bagaiman dengan karyawan atau pegawai yang bergaji besar? Jika Anda adalah orang yang masih mau mengindahkan rambu-rambu agama halal-haram, sangat kecil peluang Anda menjadi orang kaya (raya) melalui jalur konvensional ini, tidak peduli 'sebesar apapun' gaji Anda sebagai pegawai tersebut. Untuk yang satu ini (pegawai atau usaha sendiri), penulis akan berusaha membuat artikel khusus dengan tema ini nantinya, semoga dimudahkan Allah.

Jika jalur satu-satunya untuk menjadi kaya adalah usaha di sektor riil, ini berarti kita akan bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai keuntungan yang halal. Akan banyak lapangan pekerjaan baru, dan makin banyak orang yang menikmati kekayaan Anda tanpa Anda dirugikan sedikitpun.

Berbeda dengan ekonomi moneter, disaat harta Anda 'sedikit' bertambah oleh bunga bank, pada saat yang sama pula banyak orang yang mederita hingga terpaksa menjadi budak pekerjaan, rumahnya disita, bunuh diri bahkan jual diri untuk sekedar membayar bunga pinjaman mereka yang jauuhhh lebih besar. Contoh paling nyata: Indonesia!! Yang tahun demi tahun anggaran belanjanya sebagian besar terkuras hanya untuk membayar BUNGA hutangnya.

4. Bisa memberi kepercayaan kepada orang lain dan menjaga amanah
Poin ke-4 ini masih saudara kandungnya poin ke-3. Bagaimana mungkin kita bekerjasama, berusaha bersama jika tidak ada kepercayaan?. Maukah Anda menitipkan uang Rp. 1,2 Milyar Anda kepada saya untuk dijadikan modal usaha? Jawabannya tentu tergantung seberapa percaya Anda bahwa saya bisa menjaga amanah dan seberapa mampu menjadikan harta tersebut menjadi bermanfaat dan berkembang secara baik.

Sebagai wirausaha kita juga butuh pegawai-pegawai baru yang membawa ide-ide segar demi akselerasi usaha, seiring dengan kemajuan usaha itu sendiri. Bagaimana mungkin kita merekrut pegawai jika tidak percaya dan yakin akan kejujuran dan kapasitasnya? Demikian juga sebaliknya, bagaimana mungkin mereka mau menjadi pegawai Anda jika tidak yakin dengan itikad baik Anda untuk memperbaiki nasib mereka. Kalau kondisi Indonesia saat ini tentu saja sebuah anomali, dimana dengan terpaksa orang mau bekerja layaknya seorang budak karena tidak ada pilihan lain sama sekali. Tragis memang. Sad but true.

Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka kita harus bisa memberi kepercayaan kepada orang lain. Sebagai sebuah keseimbangan, kita juga harus berani dan bisa menjaga amanah orang lain.

5. Tidak menjadi budak UANG, apalagi sampai menjual diri, kehormatan dan Agama.
Dengan uang KERTAS sangat mudah menciptakan generasi budak. Karena kaum kapitalis bisa membuat orang bekerja pontang-panting siang malam, kemudian dibayar dengan KERTAS yang bertuliskan angka, yang selanjutnya harus segera Anda serahkan ke Bank sebagai cicilan atas kredit-kredit yang semula menjanjikan kemudahan.

Hanya diperlukan sebuah mesin percetakan dan sebatang pohon untuk membayar keringat dan darah Anda. Demikian juga hasil bumi berupa minyak, rempah-rempah, buah-buahan, hasil tambang dan lain-lain dari Indonesia cukup dibayar dengan kertas bergambarkan bule sedang tersenyum yang bahkan [mungkin saja] bahan bakunya dari pepohonan dari Indonesia.

Sederhana sekali, jutaan buruh dibayar dengan kertas, jutaan TKI dibayar dengan kertas. Gampang, tinggal cetak. Akibatnya? Luar biasa, volume uang yang semakin banyak membuat harga barang tiba-tiba mencekik Anda. Persaingan hidup lebih keras, hutang melilit pinggang dan diburu-buru algojo [debt collector]. Lengkap sudah, harga diri, anak istripun bisa digadaikan. Tak terkecuali agama.

Coba kita meminta bayaran atas jerih payah dan sumber daya alam kita dalam standar emas, akan lain lagi ceritanya.

6. Tidak terjadi perdagangan uang dengan uang, apalagi spekulasi mata uang.
Perbedaan nilai uang hampa sangat merugikan negara-negara miskin dan lemah (salah satunya Indonesia). Perbedaan ini dengan mudah direkayasa oleh segelintir orang yang berkuasa. Dalam waktu singkat, tanpa menambah hutang secara aktif tiba-tiba hutang negara-negara miskin bertambah dengan sendirinya, hanya karena kurs mata uangnya tiba-tiba melemah. Disana ada sebuah 'kekuatan gaib' yang seringkali dilindungi oleh segelintir 'orang pintar' di negara miskin tersebut. Hal ini diperparah lagi oleh para spekulan dan pedagang valas yang suka memancing di air keruh.

Sebagi ilustrasi, menurut informasi dari website resmi bank indonesia, cadangan devisa Indonesia tanggal 29 Februari 2008 sebesar US$ 57,125,000,000. (57,125 milyar dollar) ini setara dengan 1.829 ton emas murni [harga 1 troy oz =US$ 971,5, troy oz = 31,103 gram]. Namun jangan heran jika dalam waktu sangat singkat cadangan devisa kita tiba-tiba hanya setara 1.000 ton emas murni dalam waktu sekejap. Tanpa Indonesia melakukan kesalahan apapun. Hal ini disebabkan runtuhnya hegemoni nilai US$, 'uang kertas' yang disimpan sebagai cadangan devisa tersebut.

Jikalau standar uang dan cadangan devisa kita adalah emas, demikian juga dengan negara-negara miskin lainnya, tentu tidak akan semudah itu bisa 'dijajah', dijarah, diambil kekayaan alamnya dengan imbalan tumpukan kertas yang kemudian tanpa diketahui sebab nilainya terus merosot sendiri hingga sebuah negara kolaps.

Bagaimana dengan dinar irak yang belakangan ini santer terdengar sebagai sebuah investasi menggiurkan? Halah...itu juga cuma uang kertas. Bukan investasi melainkan spekulasi, bahkan lebih parah lagi itu adalah spekulasi tidak berdasar. Singkatnya itu hanya INVESTASI BUAT ORANG LUGU, bahasa halus untuk INVESTASI ORANG TOLOL yang gampang dikibuli!!. Sudah uang kertas, spekulasi, tanpa perhitungan, kena kibul lagi. Di akhirat kena hukuman pula.

7. Tidak terjadi kesenjangan sosial yang curam dan kita bisa menjadi hamba Allah yang merdeka
Dengan demikian adil dan terjaganya nilai dinar dan dirham serta kandungan maknanya yang dapat menuntun kita agar berbuat adil, tidak serakah, berwirausaha dan saling percaya, tidak akan sulit menghilangkan gaps kesenjangan sosial yang selama ini mengakibatkan banyak efek negatif. Disisi lain, ini akan memudahkan kita agar menjadi hamba Allah yang benar-benar merdeka, lepas dari sifat egois, serakah dan menjadi budak harta.

Wallahu'alam
Ada hikmah lain yang belum terungkapkan pada tulisan ini? Silahkan Anda buat tulisan juga untuk bisa dimuat disini
Devid Hardi

Sumber: http://wakalasauqi.blogspot.com

No comments:

Post a Comment

Punya Komentar? Jangan Sungkan ya!